Post info



Author: Unknown

Banyak cerita berseliweran tentang penis yang terkunci di dalam vagina hingga tak bisa keluar saat berhubungan seks, sehingga harus dibawa ke rumah sakit untuk mengeluarkannya. Tapi benarkah ada kasus seperti itu?

Kondisi penis yang terkunci di dalam vagina disebut dengan penis captivus. Secara sederhana kondisi ini terjadi ketika otot vagina seorang perempuan menjepit penis laki-laki dengan ketat yang membuatnya terkunci.

Penis captivus umumnya terjadi di binatang, tapi tidak pada manusia. Hal ini karena tidak ada dokumen medis yang mencatat penis captivus terjadi pada manusia dalam 100 tahun terakhir.

Meski demikian berdasarkan studi yang dilaporkan dalam British Medical Journal (BMJ) menuturkan kondisi tersebut tidaklah sepenuhnya mitos.

“Kondisi ini hampir sama dengan vaginismus pada manusia, yaitu kejang otot vagina yang tidak disengaja yang membuat hubungan seksual menyakitkan atau bahkan tidak mungkin,” ujar Dr Laura Berman, ahli kesehatan seksual Amerika, seperti dikutip dari abs-cbnnews.com.

Dengan kata lain otot yang mengepal spontan ini diketahui sebagai mekanisme pertahanan ketika ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam vagina, entah itu penis, tampon atau peralatan medis untuk USG vagina.

“Dalam banyak kasus, perempuan dan pasangan berasumsi hal ini karena kurangnya keinginan. Namun banyak perempuan yang mengalami vaginismus ingin berhubungan seks dengan pasangannya, tapi mereka menemukan tubuhnya tidak bisa bekerja sama,” ungkap Berman.

Vaginismus dianggap sebagai kondisi umum dan merupakan disfungsi seksual pada perempuan yang sering dijumpai di seluruh dunia. Salah satu survei yang dilakukan oleh CETAD (asosiasi pendidikan dan penelitian pengobatan seksual) menuturkan tingkat vaginismus di Turki mencapai 10 persen, yaitu 1 dari 10 perempuan tidak bisa melakukan hubungan seks secara utuh.

Ada beberapa gejala yang muncul jika seseorang mengalami vaginismus, yaitu:

Takut melakukan hubungan seksual dengan pasangannya dan tidak bisa melakukan penetrasi sama sekali.
Melakukan hubungan seksual parsial (hanya sebagian dari penis yang bisa masuk ke dalam vagina).
Tidak bisa memasukkan instrumen USG atau pembalut ke dalam vagina.
Meringis atau takut melakukan pemeriksaan ginekologi.
“Vaginismus mungkin terjadi akibat rasa sakit kelamin jangka panjang, disfungsi pada otot panggul, trauma masa lalu yang berhubungan dengan kenangan menyakitkan atau takut kehilangan kontrol,” ungkapnya.

Menurut Berman solusi untuk vaginismus terletak pada sumbernya, yaitu tubuh dan pikiran. Secara khusus lagi perempuan diharapkan untuk belajar mengendalikan otot-otot vagina. Kuncinya adalah mengenali antra ketegangan dan relaksasi di panggul.